Secara garis besar, inilah tesis yang ingin dikemukakan dalam buku "Pesantren Akar Pendidikan Islam Nusantara" karya Helmy Faishal Zaini.
Buku setebal 135 halaman ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama mengulas sejarah pendidikan Islam Nusantara. Bagian kedua merupakan titik fokus pembahasan mengupas pesantren sebagai akar pendidikan Islam nusantara. Bagian ketiga memaparkan seputar fakta dan keunggulan kepemimpinan pesantren, dan bagian terakhir tulisan ini dilengkapi dengan deskripsi pesantren dalam kacamata tokoh.
Berangkat dari definisi teoritis, sekilas definisi pesantren menurut Mastuhu (1994) adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari.
Sejalan dengan definisi menurut Ziemek (1986) bahwa moralitas adalah kunci pembentukan etos dan struktur sosial masyarakat pesantren, yang dikomandani langsung oleh para kiai di masa lalu.
Penulis juga memaparkan, pada zaman dulu kebanyakan kiai tidak merencanakan bagaimana membangun pesantren. Yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama agar dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kiai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kiai.
Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula kamar-kamar pemondokan yang didirikan. Para santri selanjutnya menyebarkan keberadaan pesantren berikut pemondokan -
tersebut dari telinga ke telinga, sehingga menjadi terkenal dan makin banyak didatangi santri yang ingin belajar agama.
Pada zaman Walisongo, pondok pesantren mulai berkembang, umumnya pengajaran agama dilakukan dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan. Tugas para santri menyimak, mendengar, dan menerjemahkan kitab dimaksud menggunakan bahasa arab pegon (bahasa lokal yang penulisannya menggunakan bahasa arab), mengikuti terjemahan sebagaimana disampaikan kiai.
Semangat menggali kembali akar peradaban Islam Nusantara sebagaimana dipaparkan buku ini, penting untuk mengetahui masa lalu gerakan Islamisasi di tanah yang konon memiliki jumah penganut terbesar di dunia ini, untuk mengetahui dari mana peradaban Islam di nusantara lahir dan bermula. Mengutip epilognya, menggali akar peradaban sesungguhnya adalah cara terbaik membangun peradaban itu sendiri.
Pemaparan sisi historis buku ini lebih banyak mengemukakan sejarah penyebaran islam di tanah Jawa dengan walisongo sebagai motornya. Kemunculan tokoh-tokoh lain dengan beberapa situs dan prasasti di luar pulau Jawa masih kurang detail diungkap. Kelemahan lain, beberapa peneliti kajian Islam Nusantara sudah mengemukakan tesis bahwa pesantren bukan saja akar pendidikan Islam nusantara, lebih dari itu, pesantren merupakan pembentuk peradaban di bumi pertiwi ini. (*ditulis: Siswanto /Mday)
0 Response to "Pesantren Merupakan Pembentuk Peradaban di Bumi Pertiwi"
Post a Comment
Admin KalamPos.com percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), pasti akan lebih enak dibaca. Yuk, kita praktikkan!