Muhammadiyah Sebut Hari Santri Bukan Realitas Keagamaan

Muhammadiyah dengan tegas menolak penetapan 22 Oktober sebagai hari santri nasional. Tapi, jika pemerintah tidak mau mencabut penetapan ini, Muhammadiyah tak akan memaksa.

Muhammadiyah memahami bahwa penetapan tersebut adalah bagian janji politik Presiden Jokowi saat kampanye dulu.

"Dari pemerintah sendiri kan itu peristiwa politik yang disebut janji politik. Ya kita maklum aja. Muhammadiyah maklum itu," ucap Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir seperti disitat RMOL, sesaat yang lalu.

Sebenarnya, Senin lalu Muhammadiyah sudah menyampaikan surat penolakan secara resmi atas penetapan itu ke Presiden Jokowi. Namun sampai hari ini Presiden Jokowi belum merespons. Besok siang bahkan pemerintah akan mendeklarasikan dan memperingati hari santi nasional di Masjid Istiqlal.

Haedar mengatakan Muhammadiyah tidak akan ngoyo. Dia pastikan tidak akan ada upaya hukum untuk membatalkan penetapan tersebut.

"Kami cukup bersuara moral. Kami juga kan kepentingannya untuk bangsa, bukan untuk Muhammadiyah. Kami tidak ingin bangsa ini tersekat-sekat yang menjadi beban ke depan. Ini poinnya," kata dia.

Hedar juga memastikan Muhammadiyah tidak akan ngotot menolaknya.

"Kalau memang pemerintah sudah memutuskan, lalu kemudian yang mengusulkan sudah begitu kencang, kami melihatnya itu sebagai realitas politik, bukan realitas keagamaan. Jadi, dimensinya kalau pemerintah besok jadi mendeklarasikan, kelompok Islam juga menyambut baik, ya itu sudah realitas politik keagamaan," tukasnya. (RMOL)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Muhammadiyah Sebut Hari Santri Bukan Realitas Keagamaan"

Post a Comment

Admin KalamPos.com percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), pasti akan lebih enak dibaca. Yuk, kita praktikkan!