Bhineka Tunggal Ika, Kita Beda Tapi Kompak


KH. Abdurrahman Wahid atau yang sering disapa Gus Dur pernah bilang: “Nggak boleh lagi ada pembeda bagi setiap warga Negara Indonesia karena alasan agama, bahasa ibu, kebudayaan atau ideologi”. Setuju nggak tuh? Of course, jawabannya pasti berbeda-beda. Tapi yang jelas, untuk yang sudah paham pentingnya toleransi pasti akan bilang: “Toleransi itu gue banget!”


Ya, dalam kehidupan di dunia yang penuh keragaman ini, sikap toleransi atau sikap saling menghormati, menghargai, dan menerima semua hal yang berbeda itu sangat kita butuhkan, karena tidak mungkin segala hal itu sama. Yang namanya perbedaan, pasti akan selalu ada. Dan hal inilah yang membuat kehidupan ini penuh warna. Tinggal bagaimana kita bisa mengambil hikmah dan menjadi seseorang yang bisa hidup rukun dengan yang lainnya. Whoever and wherever it.


Negara Indonesia tercinta ini juga punya semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu jua. Beda agama, suku, budaya, bahasa, tapi tetap satu tujuan. Tujuan itu adalah persatuan bangsa. Seandainya saja semua warga Indonesia memegang kuat dan menjalankan maksud dari semboyan itu, rasanya hidup ini sangat indah. Tidak ada lagi perpecahan antar yang berbeda. Tapi, kalau kita lihat nyatanya, masih banyak banget kerenggangan di antara masyarakat Indonesia, terutama antar umat beragama, baik yang Islam dengan Kristen maupun lainnya. Dan, akhirnya sering timbul fitnah, kesalahfahaman dan ketakutan.


Sebenarnya semua itu terjadi karena tidak adanya sikap saling toleransi, saling terbuka, dan mencoba bisa hadir di tengah-tengah mereka. Padahal ajaran toleransi juga nggak cuma diajarkan dalam Islam. Agama yang lainpun pasti ngajarin umatnya untuk hidup berdampingan dengan yang berbeda, tolong-menolong, hidup rukun, dan sebagainya. Seharusnya kita sadar, walaupun agama kita berbeda, tapi perlu kompak. Lalu, apalagi alasan kita tidak bertoleran? Masalah kepercayaan, itu adalah hubungan pribadi masing-masing dengan pencipta. Kita tidak boleh mengusiknya. Tapi, tentu saja, hubungan antar sesama harus kita jalin dan kita perkuat.


Biarkan agama beda, tapi persahabatan harus jalan terus. Bisa nggak? Ya, harus bisa dong! Itu gampang kok. Asalkan kita mau menerima perbedaan dan positive thinking.


Kebanyakan orang yang tidak mau berdampingan dengan orang yang “berbeda”, salah satu sebabnya itu adalah rasa kekhawatiran dan pikiran negatif yang belum tentu benar. Padahal, kalau kita mau membuka pintu untuk mereka, dengan sikap yang baik, mereka juga akanwelcome.


Saya termasuk orang yang sudah membuktikan. Ternyata, berteman dengan orang yang beda agama atau yang tidak punya agama sekalipun, tidak ada bedanya dengan berteman sama sesama muslim. Masih bisa curhat, tertawa bareng, nge-gosip bareng, saling berbagi kabar dan pengetahuan. Semuanya terasa hangat. Yang paling penting, jangan pernah kita mempermasalahin urusan keyakinan, karena kita tidak boleh memaksa atas hak orang lain. Ingat, Allah SWT berfirman dalam Surah al-Baqarah ayat 256: “Laa ikraaha fi al-diin (tidak ada paksaan dalam beragama).


Dengan kita bertoleran, kita jadi bisa lebih banyak wawasan. Bahkan kitapun bisa kerja sama dengan mereka yang berbeda. Baik itu dalam berkarya dan lain sebagainya. Sama atau beda, tetap bisa bergandengan. Dan kita harus saling tolong-menolong dan bergotong-royong. Kalau mau berbuat baik, tentu tidak mesti dengan sesama terus. Dengan saudara kita yang berbeda pun kita harus berbuat baik dan bersikap baik. Seperti yang dibilang Gus Dur: “Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan kebaikan untuk semua orang, orang tidak pernah bertanya apa agamamu”.


 Berbuat baik itu tidak mesti milih-milih orang. Mau yang berkulit putih atau hitam, agamanya Islam atau Kristen, atau dengan yang tidak punya agama sekalipun, sama saja.



Dengan kita mau bertoleransi, secara tidak langsung, kita sudah membuka pintu kedamaian buat dunia ini. Satu sama lain bisa saling menghargai, menghormati, dan saling melindungi. Sekarang sudah bukan trend-nya rusuh-rusuhan. Lagi pula, rusuh itu ribet. Damai itu baru seru.


Semoga kita bisa hidup rukun dan saling menyayangi antar sesama, maupun yang berbeda. Karena rukun beragama adalah gaya hidup yang hebat. Dan harus kita tau, dalam damai itu ada masa depan. Dengan damai kita bisa melakukan segala progres dengan baik. And the last, beda is not bad. Wa Allahu a’lam.


Cikulur, 23 Januari 2015


Penulis : Cahyati adalah Santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah Lebak, Banten, Ketua Santri Puteri Qothrotul Falah 2014-2015, Aktivis Peace Leader Qothrotul Falah, Penyiar Radio Qi FM 107.07, dan Anggota Halqah Triping Community. Karyanya bersama santri-santri Pondok Pesantren Qothrotul Falah diterbitkan Pustaka Qi Falah dengan judul Renungan Santri: Esai-esai Seputar Problematika Remaja (2014).


Sumber : Wahid institut

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Bhineka Tunggal Ika, Kita Beda Tapi Kompak"

Post a Comment

Admin KalamPos.com percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), pasti akan lebih enak dibaca. Yuk, kita praktikkan!